Header Ads Widget


 

Ulama Peradaban

Almukarram Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, M.A Menteri Agama RI bersama Tuan M Yoserizal Saragih, M.I.Kom Wakil Dekan III FIS UIN SUMUT

بِسْÙ…ِ ٱللَّٰÙ‡ِ ٱلرَّØ­ْÙ…َٰÙ†ِ ٱلرَّØ­ِيمِ

Ulama Peradaban
Oleh : Tuan M. Yoserizal Saragih, M.I.Kom Wakil Dekan III FIS UIN SUMUT

Abad XXI ditandai oleh percepatan transformasi global, yang dipengaruhi revolusi digital, arus globalisasi ekonomi, dan pergeseran paradigma budaya serta sosial. Dalam konteks ini, konsep Ulama Peradaban menekankan penguatan ulama sebagai penggerak peradaban manusia, yang menyatukan dimensi spiritual, etika, intelektual, dan rasional. Ulama Peradaban adalah pengawal moral, arsitek pendidikan, penguat sosial, dan penafsir zaman yang menghadirkan solusi humanis dan hikmat bagi masyarakat.

Islam memiliki misi universal: menyatukan dimensi ketuhanan dan kemanusiaan, membentuk tatanan dunia yang harmonis, beradab, dan sejahtera. Ulama Peradaban mengintegrasikan wahyu dan realitas kontemporer, menjadikan ilmu sebagai sumber pencerahan, serta agama sebagai energi transformasi. Kehadiran ulama di tengah masyarakat mendorong perubahan melalui pemikiran kritis, sensitivitas sosial, dan visi global. Gagasan Ulama Peradaban membangun karakter umat, merumuskan arah pembangunan bangsa, dan menghadirkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Prinsip moderasi beragama menjadi landasan integritas moral dan sosial, sedangkan kurikulum berbasis cinta menjiwai pendidikan untuk menumbuhkan karakter, empati, dan kepedulian umat. Contohnya terlihat dalam pengembangan pendidikan karakter di pesantren modern dan program sekolah berbasis inklusivitas.

Latar Historis Ulama dalam Pembangunan Peradaban

Sejak masa Nabi Muhammad SAW, ulama menjaga kesinambungan ilmu dan peradaban. Mereka adalah pengawal teks wahyu sekaligus penafsir dan inovator dalam ilmu sosial, ekonomi, filsafat, dan sains. Tokoh klasik seperti Imam al-Ghazali, Ibn Khaldun, Al-Farabi, dan Ibn Sina menjadi simbol Ulama Peradaban yang menghubungkan teks suci dengan realitas empiris, memadukan iman dengan akal, spiritualitas dengan sains, dan membangun peradaban progresif.

Di Nusantara, ulama membangun pesantren, madrasah, dan institusi pendidikan yang mengakar kuat dalam masyarakat. Walisongo memadukan kearifan lokal dengan pesan tauhid, menciptakan tradisi pendidikan inklusif, sosial-humanis, dan berorientasi pada kebangkitan peradaban masyarakat. Penerapan kurikulum berbasis cinta dalam pesantren dan madrasah memperkuat nilai kepedulian sosial, toleransi, dan pendidikan karakter, serta menumbuhkan jiwa sosial mahasiswa dan santri agar mampu memahami dan menghargai perbedaan budaya dan keyakinan.

Pada era modern, ulama ikut serta dalam perjuangan kemerdekaan, mendirikan organisasi sosial-keagamaan, dan lembaga pendidikan modern. Ulama menegaskan relevansi agama dalam pembangunan sosial-ekonomi dan spiritual sebagai fondasi masyarakat. Gagasan ini selalu menekankan penguatan karakter, integritas moral, dan kesadaran sosial yang hikmat, seperti yang sering disampaikan dalam media massa: keseimbangan antara tradisi dan modernitas, moderasi beragama, dan keberpihakan pada kemaslahatan umat.

Tantangan Abad XXI

Abad XXI menghadirkan tantangan multidimensi yang kompleks:

- Epistemologis
Derasnya arus informasi, disinformasi, dan dominasi algoritma digital menuntut penguatan integritas ilmu agar masyarakat tidak terjebak manipulasi informasi. Ulama menafsirkan fakta dengan cermat, mengedepankan pemikiran kritis, dan memanfaatkan teknologi untuk edukasi publik yang bermartabat. Contohnya, penggunaan platform digital untuk menyebarkan literasi Islam yang moderat dan berbasis nilai kebenaran dapat membantu mencegah penyebaran hoaks.

- Ekologis
Perubahan iklim, kerusakan lingkungan, dan krisis energi mendorong pengembangan fiqh kajian lingkungan, etika ekoteologis, dan gerakan kesadaran ekologi berbasis nilai Islam. Kesadaran kolektif terhadap kelestarian bumi menekankan tanggung jawab manusia yang meliputi pengelolaan sumber daya, perilaku konsumtif, dan pemikiran keberlanjutan.

- Sosial-ekonomi
Dinamika pasar, otomatisasi, dan distribusi sumber daya memerlukan penguatan berbasis zakat, wakaf, ekonomi syariah, dan etika distribusi yang hikmat. Ulama mengedepankan solidaritas, kepedulian sosial, dan pengembangan kapasitas masyarakat melalui pendidikan, pelatihan, dan advokasi.

Spiritual modernitas sering menimbulkan kehampaan batin. Ulama Peradaban mengintegrasikan akal dan qalb, menumbuhkan spiritualitas yang membumi, memperkuat etika hidup yang hikmat, dan menumbuhkan kesadaran kolektif dalam kehidupan sosial, pendidikan, dan kebijakan publik. Moderasi beragama menjadi prinsip pengarah dalam menyeimbangkan akal, hati, dan praktik sosial umat, sehingga masyarakat dapat hidup harmonis tanpa kehilangan identitas spiritual.

Keilmuan, Sosial, dan Moralitas

Ulama Peradaban menjaga kesinambungan warisan ilmiah Islam, mengembangkan metodologi baru, dan mengintegrasikan ilmu agama dengan sains modern. Kehadiran mereka membangun harmoni sosial, memperkuat solidaritas, dan menegakkan standar etika publik.

Nilai ihsan, tasawuf, dan tazkiyah al-nafs dihidupkan dalam praktik sosial, pendidikan, dan kebijakan publik. Spiritualitas memberi dampak nyata dalam kehidupan sosial, menghadirkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, dan menawarkan solusi universal bagi krisis kemanusiaan.

Penguatan karakter, pendidikan berkelanjutan, integritas moral, kesadaran sosial, dan globalisasi pemikiran Islam menjadi fokus utama. Kurikulum berbasis cinta menegaskan pendidikan karakter, empati, dan kasih sayang dalam pembinaan umat, serta diaplikasikan dalam program mentoring, kegiatan sosial, dan pengajaran berbasis proyek di lembaga pendidikan. Semua ini konsisten dengan gagasan yang selalu disampaikan secara luas di media massa: moderasi beragama, hikmat, dan keselarasan antara tradisi dan modernitas menjadi inti pembinaan umat.

Dimensi Epistemologi

Ulama Peradaban berdiri di atas tiga fondasi epistemologis:

Epistemologi Wahyu: Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber pengetahuan transenden dan metodologis, menghubungkan dimensi spiritual dengan realitas empiris.

Epistemologi Akal: Akal sebagai instrumen menafsirkan wahyu dalam konteks kehidupan, sekaligus mengapresiasi ilmu pengetahuan modern.

Epistemologi Sejarah: Kesadaran sejarah untuk menafsirkan ajaran Islam dalam konteks sosial yang relevan, menjadikan agama solutif dan aplikatif.

Ketiga fondasi ini membentuk kerangka keilmuan integratif, dinamis, dan aplikatif, menjaga ulama sebagai pilar intelektual umat, yang sekaligus membangun kesadaran kolektif dan membimbing masyarakat dalam dinamika global. Implementasi pendidikan berbasis moderasi beragama dan kurikulum berbasis cinta menjadi strategi nyata untuk menginternalisasi nilai-nilai ini di masyarakat.

Penguatan Sosial

Ulama Peradaban membangun solidaritas, menegakkan nilai moral, dan menguatkan kesejahteraan masyarakat. Mereka merawat kebinekaan, mengintegrasikan pluralitas budaya, suku, dan agama, toleransi bersama, inklusivitas, dan moderasi beragama, sehingga menjadikan Islam rahmatan lil ‘alamin. Praktik sosial diarahkan selaras dengan etika spiritual dan prinsip kemanusiaan yang hikmat.

Di Indonesia, penguatan ulama terlihat dalam pendidikan, pengembangan demokrasi, dan advokasi sosial. Bimbingan moral, pendidikan karakter, dan pendampingan masyarakat menjadi fokus integral, menjaga keseimbangan antara nilai tradisi dan tuntutan modernitas. Kurikulum berbasis cinta menjadi strategi pendidikan untuk menanamkan kesadaran sosial, empati, dan karakter inklusif, misalnya melalui program bimbingan teman sebaya, kegiatan filantropi, dan pengajaran berbasis proyek sosial.

Tantangan Digital

Revolusi digital menciptakan ruang interaksi kompleks. Internet, AI, big data, dan media sosial mengubah cara belajar, berkomunikasi, dan berinteraksi. Ulama Peradaban menghadirkan pendekatan digital yang kritis, edukatif, dan etis.

Misinformasi, hoaks, dan ujaran kebencian disikapi melalui dakwah digital yang rasional, moderat, dan berbasis kasih sayang. Teknologi dimanfaatkan untuk membangun ekosistem informasi yang sehat, kritis, dan bermartabat, menghubungkan nilai spiritual dengan inovasi komunikasi modern, selaras dengan prinsip moderasi beragama.

Pendidikan

Pendidikan adalah inti pembangunan peradaban. Ulama Peradaban menjadikan pendidikan sebagai laboratorium intelektual dan moral. Pesantren, madrasah, universitas, dan pusat kajian Islam menjadi wahana pengembangan ilmu dan karakter.

Pendidikan integratif menggabungkan ilmu agama dan sains modern, menumbuhkan keterampilan, moralitas, dan nasionalisme. Kurikulum berbasis cinta menumbuhkan generasi cakap, kreatif, spiritual, dan peduli terhadap sesama tanpa kehilangan identitas keislaman. Implementasi praktisnya dapat berupa proyek kolaboratif, mentoring lintas generasi, dan program kepedulian sosial berbasis sekolah.

Spiritualitas dan Sosial

Nilai ihsan, tasawuf, dan tazkiyah al-nafs dihidupkan dalam kehidupan sosial. Spiritualitas menjiwai gerakan sosial, pendidikan, dan kebijakan publik. Dimensi spiritual dan sosial-ekonomi diselaraskan, sehingga Islam menjadi kekuatan transformasi yang menumbuhkan kesadaran kolektif, solidaritas, tanggung jawab moral, dan praktik moderasi beragama.

Nahdah, Ulama Peradaban

Nahdah, atau kebangkitan, menjadi roh bagi Ulama Peradaban. Ia menandai transformasi umat dari stagnasi menuju progresivitas. Nahdah meliputi:

1. Ilmiah: revitalisasi riset, penerbitan karya ilmiah, dan pengembangan pendidikan berbasis integrasi ilmu agama dan sains modern.
2. Sosial: gerakan membangun solidaritas, filantropi, dan advokasi untuk kesejahteraan masyarakat.
3. Spiritual: pembaruan spiritualitas Islam yang membumi, menumbuhkan kesadaran akan keadilan kosmik.
4. Peradaban Global: partisipasi aktif dalam percakapan dunia mengenai hak asasi manusia, ekologi, perdamaian internasional.

Nahdah Ulama Peradaban adalah manifestasi ghiroh kebangkitan Islam di abad XXI, menghadirkan peradaban inklusif, humanis, visioner, dan selaras dengan prinsip moderasi beragama.

Sintesis Menuju Peradaban Masa Depan

Ulama Peradaban menjembatani tradisi dan modernitas, lokalitas dan globalitas, teks dan konteks, spiritualitas dan rasionalitas. Mereka membangun umat secara internal sekaligus menyumbangkan kontribusi bagi umat manusia secara keseluruhan.

Generasi peradaban yang progresif diarahkan pada:

- Penguasaan ilmu luas dan mendalam.
- Integrasi agama dengan sains dan teknologi.
- Sensitivitas terhadap isu sosial-ekonomi dan ekologi.
- Teguh pada nilai moral, spiritual, dan moderasi beragama.
- Partisipasi dalam jejaring global untuk dialog peradaban.

Pendidikan yang menjiwai kurikulum berbasis cinta, menumbuhkan karakter, empati, dan penerapan praktis dalam kegiatan sosial.

Ulama Peradaban adalah sosok komprehensif yang mengintegrasikan dimensi intelektual, moral, spiritual, sosial, dan global. Mereka menjaga keseimbangan antara wahyu dan akal, tradisi dan modernitas, lokalitas dan globalitas. Ulama Peradaban menjadi mercusuar umat, menuntun melalui cahaya ilmu dan iman, membangun peradaban yang hikmat, damai, berkelanjutan, dan berpijak pada moderasi beragama.

Abad XXI adalah momentum strategis untuk melahirkan generasi ulama berpikiran negarawan, ilmuwan, sufi, dan humanis, yang mampu mengarahkan umat serta memberi kontribusi signifikan bagi peradaban dunia melalui pendidikan dan kurikulum berbasis cinta.

Demikian tulisan ini disajikan, dengan penuh kerendahan hati penulis terhadap sumbangsih saran dan masukan demi penyempurnaan tulisan ini untuk pembelajaran saya. 
والله أعلم

اِÙ„َÙ‡ِÙ‰ اَÙ†ْتَ Ù…َÙ‚ْصُÙˆْدِÙŠْ Ùˆَرِضَاكَ Ù…َØ·ْÙ„ُÙˆْبِÙŠْ

صَÙ„َّÙ‰ اللهُ عَÙ„َÙ‰ Ù…ُØ­َÙ…َّد صَÙ„َّÙ‰ اللهُ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ ÙˆَسَÙ„َّÙ…َ

Posting Komentar

0 Komentar