بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Oleh. ; Tuan M Yoserizal Saragih, M.I.Kom
( Wakil Dekan III FIS UIN Sumut )
Krisis lingkungan bukan lagi prediksi masa depan fenomena seperti banjir, kekeringan, kebakaran hutan, dan degradasi habitat menunjukkan kerusakan sistemik yang disebut Fasād fī al-Arḍ. Dalam konteks ini, istilah Ṭughyān menggambarkan aktivitas atau praktik manusia yang melebihi kapasitas alam untuk pulih, sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem dan kehidupan manusia. Mengatasi masalah ini tidak cukup dengan regulasi semata. Diperlukan strategi komunikasi hukum yang efektif agar setiap kebijakan dipahami, diterima, dan dijalankan secara konsisten.
Prinsip Farḍu Kifāyah menekankan tanggung jawab kolektif dalam menjaga dan memulihkan lingkungan. Semua proyek strategis dianalisis dampaknya terhadap alam. Proyek yang merusak kapasitas alam untuk pulih harus diperbaiki atau disesuaikan. Indikator yang digunakan mencakup tutupan hutan, kualitas air, keanekaragaman hayati, dan regenerasi ekosistem. Industri dan sektor terkait berkontribusi pada Dana Restorasi Ekologis Nasional, yang digunakan untuk reboisasi, rehabilitasi lahan, dan pemulihan habitat.
Regulasi saja tidak cukup. Komunikasi yang jelas dan strategis sangat penting agar kebijakan berjalan efektif. Modul, workshop, dan kampanye media meningkatkan kesadaran ekologis masyarakat. Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, masyarakat, dan industri membentuk dialog lintas sektor untuk merumuskan solusi berkelanjutan. Publikasi capaian restorasi dan audit dana secara terbuka menjaga akuntabilitas, sementara integrasi pendidikan hukum ekologis di sekolah membentuk kesadaran jangka panjang bagi generasi mendatang.
Mengubah regulasi menjadi tindakan nyata memerlukan langkah-langkah yang jelas dan mudah dipahami. Semua proyek yang berisiko merusak hutan dan lahan dievaluasi secara menyeluruh, dan langkah restorasi seperti reboisasi dan rehabilitasi habitat dilakukan untuk memastikan ekosistem tetap produktif dan seimbang. Industri dan proyek yang berpotensi mencemari sungai dan danau wajib mengikuti regulasi yang ketat. Restorasi ekosistem perairan dan pengelolaan limbah menjadi fokus utama, dengan laporan capaian yang terbuka untuk publik. Kebijakan pengurangan emisi diimplementasikan melalui program penanaman pohon dan kompensasi karbon, dengan pengukuran dampak dilakukan secara berkala untuk memastikan target lingkungan tercapai. Semua langkah dijalankan melalui kolaborasi lintas sektor, melibatkan pemerintah, akademisi, masyarakat, dan industri, serta dipantau secara transparan agar hasilnya jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Ṭughyān adalah tantangan serius yang membutuhkan pemikiran strategis, regulasi inovatif, dan komunikasi hukum efektif. Dengan kerangka Farḍu Kifāyah Ekologis, pendanaan restorasi proporsional, evaluasi proyek berbasis dampak, dan edukasi publik yang intensif, keseimbangan ekosistem dapat dipulihkan. Pendekatan ini mendukung kualitas hidup manusia secara berkelanjutan, sejalan dengan visi pembangunan berkelanjutan dan Indonesia Emas 2045. Dengan strategi terpadu ini, ekosistem dapat diwariskan sehat, berkeadilan, dan berkelanjutan bagi generasi mendatang, bersanding Rahmatan Lil alamin.
صَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّد صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم

0 Komentar